Selasa, 02 April 2013

SEJARAH SINGKAT PERMINYAKAN JAMBI

Awalnya di Jambi terdapat perusahaan tambang minyak yang bernama NIAM (Nederlandsch Indie Aardolie Maatschappij, yaitu perusahaan tambang minyak patungan antara Pemerintah Hindia Belanda dengan BPM (Bataaf Petroliuem Maatschappij). Menyerahnya Pemerintahan Pendudukan Jepang pada Sekutu pada 1945 semua tambang dan kilang minyak yang beroperasi di kawasan Sumatra Selatan dan Jambi segera diambil alih oleh pejuang kemerdekaan Republik Indonesia. Penyerahan tambang minyak dari pihak Pemerintah Jepang, yaitu Matsuda Butai kepada pihak pemerintah Republik Indonesia dilaksanakan di Bajubang.

Sebagai tindak lanjut penyerahan tersebut, didirikan perusahaan yang diberi nama Permiri (Perusahaan Minyak Republik Indonesia) untuk mengganti NIAM. Permiri merupakan senjata strategis dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan di bidang ekonomi dan persenjataan para pejuang Republik Indonesia di Kabupaten Batanghari (1945-1949).

Pemrakarsa pendirian perusahaan perminyakan di Sumatra Selatan (Permiri) adalah M. Isa tahun 1945 di Kenten Palembang. Disusul kemudian dengan berdirinya perusahaan yang sama di Prabumulih dan Jambi. Oleh karena sulitnya sarana perhubungan, Permiri Jambi jarang berhubungan dengan Permiri Palembang. Permiri Jambi wilayah kerjanya meliputi Muara Bulian, Bajubang, Sengeti, Tempino, Bayung Lencir, Sei Buaya, Kasang Jambi, dan Kenali Asam yang menjadi pusat pengolahan.

Saat berproduksi pusat pengolahan tersebut dapat menghasilkan kurang lebih 20 ton bensin, 10 ton kerosin, dan 5 ton solar per harinya, bahkan mampu menghasilkan 3.000 ton bensin per harinya. Pengolahan kilang minyak ini ditangani oleh putra bangsa Indonesia, tanpa bantuan tenaga asing. Oleh karena itu saat berlangsungnya revolusi fisik kilang minyak ini dipertahankan oleh para pejuang Jambi dengan gigih agar tidak dikuasai kembali oleh pemerintah kolonial Belanda.

Minyak hasil penyulingan di Kenali Asam tidak saja memenuhi kebutuhan konsumen di Jambi, tetapi juga dikirim ke daerah lain seperti Lubuk Linggau, Bengkulu, Sumatra Barat, Tapanuli, dan daerah lainnya.

Pada 1946 Permiri yang dipimpin oleh Kapten Tit. R. Soedarsono mendapat instruksi dari Panglima TRI Staf Komando Sumatra di Bukittinggi untuk berunding dengan AURI yang diwakili Kolonel Suyono dan Kolonel Halim Perdana Kusuma. Perundingan menghasilkan putusan agar Permiri Jambi memproduksi minyak pesawat terbang yang dipersiapkan untuk keperluan perjuangan. Hal ini kemungkinan sewaktu-waktu pembelian minyak pesawat terbang di luar negeri terputus oleh tindakan Belanda yang berlangsung pada 1946. Selain itu Permiri diminta pula berpartisipasi dalam pembuatan senjata api untuk keperluan persiapan perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Pembuatan senjata ini untuk mempersenjatai TRI dengan hasil cukup baik.

Divisi atau bagian pembuatan senjata ini dipimpin oleh Mayor Darko dan dibantu anggota Kesatuan TRI serta karyawan Permiri. Dalam situasi kritis masa revolusi fisik tanah minyak (sebutan untuk daerah penghasil minyak ed.) dikawal oleh Kesatuan TRI di bawah pimpinan Mayor Buiman dan secara bergilir diganti oleh A. Murad Alwi.

Keberhasilan Permiri menghasilkan minyak pesawat terbang, atas instruksi Kolonel (U) Suyono memerintahkan Permiri melanjutkan produksi minyak pesawat terbang dengan jumlah yang lebih besar. Peningkatan produksi ditujukan untuk kepentingan ekonomi dan perhubungan dalam rangka persiapan penerbangan Bukittinggi, Kutaraja (Banda Aceh), Siborong-Borong (Tapanuli), Bengkulu, dan Tanjungkarang menghadapi blokade Belanda (bpx).

---------------
Sumber: Peranan Permiri Dalam Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan RI Di Jambi 1945-1949. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jambi, Museum Perjuangan Rakyat Jambi.

1 komentar: