Minggu, 07 April 2013

PARTISIPASI RAKYAT BATANGHARI DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN

Perkembangan yang terjadi di Batanghari, seperti Muara Tembesi yang menjadi basis perjuangan kesatuan-kesatuan TNI cukup menggembirakan. Pemerintahan sipil berjalan lancar dan berhasil mengendalikan situasi ekonomi, sosial, politik, dan keamanan, walaupun di bawah bayang-bayang harga karet yang tidak menentu. Keadaan bahan pangan yang sebagian besar diimpor dari daerah lain maupun luar negeri pada saat itu masih terjangkau rakyat dan masyarakat merasa aman/tentram. Saat itu yang menjabat Kepala Polisi Kewedanaan adalah Inspektur Polisi Darwis.

Di beberapa tempat strategis, seperti di Tanah Minyak, diperkuat lagi pengawalannya untuk menjaga kemungkinan sabotase atau serangan dari pihak Belanda. Hal ini mengingat adanya laporan intelejen yang menyatakan bahwa pihak Belanda bermaksud menguasai wilayah Republik Indonesia. Terbukti banyak terjadi kontak senjata antara para pejuang dengan pasukan Belanda, seperti di Medan (Medan Area), di Palembang (Pertempuran Lima Hari Lima Malam), di Semarang (Pertempuran 5 hari), di Ambarawa (Pertempuran Pelajar Ambarawa), dan di tempat lainnya di Indonesia.

Berbagai pertempuran tersebut meletus sebagai akibat dari sikap Sekutu yang menjengkelkan rakyat Indonesia, bahkan NICA (Nederlandsch Indie Civil Administratie) bertindak tidak sesuai dengan misi yang diemban AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) di Indonesia. Misi AFNEI meliputi 1) menerima penyerahan kekuasaan dari tangan Jepang; 2) membebaskan para tawanan perang dan menerima interniran Sekutu; 3). melucuti dan mengumpulkan orang Jepang untuk kemudian dipulangkan; 4) menegakkan dan mempertahankan keadaan damai untuk kemudian diserahkan kepada pemerintah sipil; 5) menghimpun keterangan dan menuntut penjahat perang.

Panglima Besar Jenderal Soedirman menginstruksikan kepada semua jajaran kesatuan TRI di Indonesia berjuang menghadapi tentara agresi Belanda sampai titik darah penghabisan. Instruksi Panglima Besar ini didengar pada 9 November 1948 yang dikenal dengan "Perintah Siasat" Nomor 1 dengan menggariskan: 1). Cara-cara perlawanan terhadap agresi dan pendudukan tentara Belanda agar tidak merugikan pertahanan posisi strategis; 2). melaksanakan politik bumi hangus; 3). melaksanakan pengungsian dan penyusupan ke daerah lawan yang diduduki Belanda; konsekwen memegang prinsip non kooperatif terhadap penguasa dan aparat Belanda. Pembentukan daerah perlawanan dan pemerintahan gerilya yang dikenal dengan sebutan Wehrkreise di daerah pendudukan Belanda yang ditugaskan kepada unsur-unsur satuan hijrah yang harus kembali ke daerah asalnya.

Partisipasi masyarakat Kabupaten Batanghari dalam mempertahankan kemerdekaan cukup besar. Mereka mengumpulkan dana yang dikoordinir sebuah panitia yang dibentuk oleh DPR Keresidenan Jambi untuk membeli pesawat terbang jenis Dakota. Dana ini diperoleh dari hasil karet rakyat dan minyak bumi yang keduanya merupakan primadona daerah ini (bpx).

---------------
Sumber: Peranan Permiri Dalam Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan RI Di Jambi 1945-1949. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jambi. Museum Perjuangan Rakyat Jambi. 2009.


1 komentar:

  1. mohon di koreksi bahwa di Palembang yang benar adalah Perang Lima Hari Lima malam.

    BalasHapus