Berbeda halnya dengan Keris Si Ginjei, Bintang Penghargaan Kesultanan Turki sebagai regalia Kesultanan Jambi berada di Jambi, tepatnya di Museum Negeri Jambi sejak 31 Mei 2002. Sebelumnya regalia kesultanan ini berada di Kemaman, Terengganu, Malaysia, disimpan di kediaman Engku Zubir Bin Engku Ja'far. Seperti diketahui, pada Oktober 1857 Sultan Thaha melakukan misi diplomatik dengan mengutus Pangeran Ratu ke Singapura untuk diteruskan kepada Sultan Turki. Sultan Thaha mengirimkan permintaan tertulis kepada Sultan Turki agar diperoleh pengakuan yang menyatakan bahwa Jambi adalah wilayah Turki dan pihak luar tidak punya hak. Surat tersebut dititipkan pada seorang pembesar Singapura dengan memberi imbalan 30 ribu dollar Spanyol untuk menyampaikannya ke Istambul. Dipilihnya Turki karena imperium Utsmani dianggap memiliki kekuatan yang harus diperhitungkan oleh negara-negara "kafir" (penjajah).
Pengiriman surat pada pemimpin Imperium Utsmani tersebut memberikan dampak dengan dikeluarkannya utimatum berupa: 1) diberi kesempatan kepada Sultan Thaha dalam tempo 2 x 24 jam untuk membuat perjanjian baru pada Belanda; 2) apabila Sultan Thaha tetap membangkang Belanda akan menurunkan sultan dari tahta kerajaan dan akan menunjuk sultan baru yang menyetujui perajian baru; 3) sultan diwajibkan segera mengirim utusan kerajaan ke Batavia untuk memberi tanda kehormatan kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda; 4) jika semuanya ditolak, Belanda akan mengirimkan pasukan perang untuk menaklukan Jambi. Utimatum dari Pemerintah Hindia Belanda dijawab oleh Sultan Thaha "Kerajaan Jambi adalah hak milik rakyat Jambi dan akan kami pertahankan dari penjajahan oleh siapapun juga dengan tetesan dari penghabisan".
Walaupun surat dari Sultan Thaha sampai di Turki, Kesultanan Turki hanya memberikan jawaban berupa pemberian penghargaan Kesultana Turki tanpa memberikan bantuan lainnya. Saat itu Bintang Penghargaan Kesultanan Turki tidak dapat diterima Sultan Thaha karena adanya blokade laut yang dilakukan pasukan Pemerintah Hindia Belanda. (Budi Prihatna).
Sumber: Elsbeth Locher-Scholten, 2008. Kesultanan Sumatra dan Negara Kolonial. Hubungan Jambi-Batavia (1830-1907) dan Bangkitnya Imperialisme Belanda. Jakarta: Banana & KITLV; A. Mukti Nasruddin, tt. Jambi Dalam Sejarah Nusantara. Jambi: Tidak dipublikasikan.
Pengiriman surat pada pemimpin Imperium Utsmani tersebut memberikan dampak dengan dikeluarkannya utimatum berupa: 1) diberi kesempatan kepada Sultan Thaha dalam tempo 2 x 24 jam untuk membuat perjanjian baru pada Belanda; 2) apabila Sultan Thaha tetap membangkang Belanda akan menurunkan sultan dari tahta kerajaan dan akan menunjuk sultan baru yang menyetujui perajian baru; 3) sultan diwajibkan segera mengirim utusan kerajaan ke Batavia untuk memberi tanda kehormatan kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda; 4) jika semuanya ditolak, Belanda akan mengirimkan pasukan perang untuk menaklukan Jambi. Utimatum dari Pemerintah Hindia Belanda dijawab oleh Sultan Thaha "Kerajaan Jambi adalah hak milik rakyat Jambi dan akan kami pertahankan dari penjajahan oleh siapapun juga dengan tetesan dari penghabisan".
Walaupun surat dari Sultan Thaha sampai di Turki, Kesultanan Turki hanya memberikan jawaban berupa pemberian penghargaan Kesultana Turki tanpa memberikan bantuan lainnya. Saat itu Bintang Penghargaan Kesultanan Turki tidak dapat diterima Sultan Thaha karena adanya blokade laut yang dilakukan pasukan Pemerintah Hindia Belanda. (Budi Prihatna).
Sumber: Elsbeth Locher-Scholten, 2008. Kesultanan Sumatra dan Negara Kolonial. Hubungan Jambi-Batavia (1830-1907) dan Bangkitnya Imperialisme Belanda. Jakarta: Banana & KITLV; A. Mukti Nasruddin, tt. Jambi Dalam Sejarah Nusantara. Jambi: Tidak dipublikasikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar